Konon sesuai legenda, hiduplah seorang pemuda sakti bernama Liodu Lei Lahilote. Biasa ia disapa Lahilote. Pekerjaan sehari-harinya adalah berladang dan mencari ikan. Sesekali ia juga mencari ratan di hutan dan juga berburu hewan.
Pada suatu hari, ketika Lahilote tengah mencari rotan, ia mendengar suara perempuan-perempuan yang tengah mandi di telaga. Lahilote mencari dan menemukan sumber suara itu yang berasal dari tujuh bidadari yang sedang mandi di telaga. Wajah tujuh bidadari itu sangat jelita. Lahilote tertarik untuk memperistri salah satu dari mereka. Lahilote lantas mengubah dirinya menjadi ayam hutan jantan dan mengambil sayap dari salah satu bidadari itu. Disembunyikan sayap bidadari tersebut di dalam lumbung padinya yang berada di kolong rumahnya. Setelah menyembunyikan sayap sang bidadari, Lahilote kembali ke pinggir telaga.
Ketika hari menjelang senja, tujuh bidadari itu berniat pulang kembali ke Negeri Kahyangan. Bidadari bungsu, Boilode Hulawa namanya, tidak menemukan sayapnya. Enam kakak-kakaknya terpaksa meninggalkannya. Boilode Hulawa hanya bisa menangis di pinggir telaga setelah tidak dapat kembali ke Negeri Kahyangan.
Lahilote lantas datang mendekati. Ia berpura-pura tidak mengetahui penyebab sedihnya si bidadari bungsu. Ia menghibur Boilode Hulawa agar tidak usah bersedih tinggal di bumi. Ia bersedia menolong dan mengajak si bidadari bungsu itu untuk tinggal bersamanya.
Boilode Hulawa menyatakan kesediaannya. Ia juga bersedia diperistri Lahilote beberapa waktu kemudian. Lahilote dan Boilode Hulawa hidup berbahagia sebagai suami istri.
Selama menjadi istri Lahilote, Boilode Hulawa menggunakan kesaktiannya. Untuk makanan ia dan suaminya, ia hanya memasak sebutir beras. Lahilote akhirnya mengetahui rahasia itu yang menyebabkan kesaktian istrinya menjadi hilang. Boilode Hulawa terpaksa harus bekerja keras untuk menumbuk padi sebelum menanak nasi. Padi di lumbung rumahnya pun berkurang dengan cepat hingga akhirnya sekitar setahun kemudian habis tak tersisa. Ketika itulah Boilode Hulawa menemukan kembali sayapnya yang disimpan di bawah tumpukan padi di lumbung itu. Boilode Hulawa mengenakan sayapnya dan terbang kembali ke Negeri Kahyangan.
Tak terkirakan kesedihan Lahilote setelah mendapati istrinya telah kembali ke Negeri Kahyangan. Karena ia sangat mencintai istrinya, Lahilote pun mencari cara agar dapat menuju Negeri Kahyangan. Ia terus meminta tolong kepada siapa pun yang ditemuinya yang bisa menolongnya agar dapat ke Negeri Kahyangan. Semua yang dimintainya tolong menyatakan ketidak sanggupannya hingga akhirnya ia bertemu dengan pohon Hutia Mala yang bersedia menolongnya.
Pohon Hutia Mala mempunyai syarat sebelum menolong Lahilote. “Jagalah agar batangku tidak dimangsa tikus.”
Lahilote menyatakan kesediaannya.
Pohon Hutia Mala lantas melentikkan batangnya hingga Lahilote terlontar jauh menembus pintu langit hingga akhirnya tiba di Negeri Kahyangan. Lahilote merasakan kebingungan setibanya di Boilode Hulawa. Lahilote yakin, salah satu dari tujuh bidadari itu adalah istrinya.
Lahilote benar-benar kebingungan. Ia hanya bisa menumpahkan kesedihannya melalui tangisnya. Seorang lelaki tua kemudian mendatanginya dan memberikan bantuannya. Katanya, “Perhatikan tujuh bidadari itu. Salah satu bidadari yang di antara garis keningnya dihinggapi kunang-kunang itulah istrirnu.”
Berkat bantuan Si lelaki tua, Lahilote akhirnya berhasil menemukan istrinya. Keduanya hidup di Negeri Kahyangan, karena Boilode Hulawa tak ingin lagi kembali ke bumi. Ia jera tinggal di bumi karena harus bekerja keras dan dalam keadaan susah payah. Lahilote yang sangat mencintai istrinya itu senang tinggal di Negeri Kahyangan. Sebagai suami Boilode Hulawa, Lahilote juga diperlakukan layaknya seorang pangeran di Negeri Kahyangan.
Namun, meski Lahilote berkehendak dapat terus hidup di Negeri Kahyangan, istrinya tidak memperkenankannya. Penyebabnya karena di kepala Lahilote tumbuh uban. Menurut adat dan peraturan yang berlaku di Negeri Kahyangan, siapapun juga yang tinggal di Negeri Kahyangan tidak diperkenankan beruban. Uban pertanda tua. Segenap warga Negeri Kahyangan harus menjalani kehidupan abadi. Jika uban di kepala Lahilote diketahui, ia dan istrinya niscaya akan diusir dari Negeri Kahyangan.
Lahilote dan Boilode Hulawa mencari cara untuk mengatasi masalah besar yang mereka hadapi. Namun, tidak ada jalan lain lagi selain mereka harus kembali ke bumi. Lahilote lantas menuju pintu langit untuk turun ke bumi dengan menuruni pohon Hutia Mala. La holite amat terperanjat saat mengetahui pohon Hutia Mala telah tumbang akibat batangnya digigiti tikus.
“Karena pohon Hutia Mala telah tumbang, aku tidak bisa kembali ke bumi,” kata Lahilote kepada istrinya.
Boilode Hulawa terdiam beberapa saat. la lantas mencabut satu rambutnya. Katanya kemudian, “Suamiku, hendaklah engkau berpegangan pada ujung rambutku ini.”
Setelah Lahilote berpegangan dan bergelantungan pada rambutnya, Boilode Hulawa kembali mencabut rambutnya dan kemudian menyambungnya dengan rambut yang telah clicabutnya terlebih dahulu. Begitu seterusnya yang ia lakukan hingga akhirnya seluruh rambutnya telah ia cabuti. Kepalanya menjadi gundul. Boilode Hulawa telah berkorban begitu besar sebagai wujud cinta kasihnya kepada suaminya itu.
Namun, hingga tak tersisa rambut di kepala Boilode Hulawa, Lahilote belum juga dapat mendarat di bumi. Tubuh Lahilote melayang-layang di antara langit dan bumi. Tiba-tiba cuaca cerah berubah menjadi mendung. Angin kencang bertiup dan petir menyambar-nyambar. Tubuh Lalohite yang melayang-layang itu tersambar petir hingga terbelah menjadi dua. Kaki kanannya patah dan jatuh di pantai Pohe. Kaki kirinya jatuh di pantai Kwandang. Seiring berlalunya sang waktu, kaki tersebut hanya menyisakan tapak kakinya saja dan kemudian berubah menjadi batu.
Masyarakat yang menemukan batu dengan bekas telapak kaki kanan itu kemudian menamakannya Batu Liodu Lei Lahilote.
Pesan moral dari Kumpulan cerita dongeng anak sebelum tidur dari Gorontalo : Legenda Batu Liodu adalah kita hendaklah berdiam di tempat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan kita. Jangan memaksakan diri berada di tempat yang tidak sesuai dengan kondisi kita.